PERAYAAN HARI RAYA TUMPEK WARIGA DI DESA TAMBLANG
13 Desember 2022 10:33:37 WITA
Perayaan tumpek wariga dilakukan oleh umat hindu setiap enam bulan sekali, ( 210 hari ) yaitu setiap hari saniscara keliwon wuku wariga, tumpek wariga sering disebut tumpek pengatag, tumpek pengarah, atau tumpek bubuh. Esensi dari perayaan tumpek wariga adalah adalah ungkapan rasa sukur kehadapan Ida Hyang Widi wasa, atas berkah dan rakhmatnya telah melimpahkan kesuburan alam semesta, sehingga semua tumbuhan dapat hidup dengan subur, berbunga dan berbuah yang berguna bagi manusia dalam mewujudkan kebahagiaan hidupnya baik jasmani maupun rohani secara harmonis. Secara jasmaniah manusia dapat menghirup oksigen, memanfaatkan akar, batang umbi buah, bunga dan daun dari tumbuhan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Sedangkan secara rohaniah, manusia bisa menikmati kehindahan alam, kesegaran dan kebugaran, sehingga pikran manusia cerah dan bersih, bahagia aman sentosa.
Hidup harmonis ialah dambaan bagi setiap umat manusia, hubungan yang harmonis dalam pandangan Hinduisme dijabarkan dengan konsep Tri Hita Karana. Filosofis Tri Hita Karana ialah kebahagian hidup batin dan lahir yang disebabkan oleh hubungan yang seimbang dan harmonis antara manusia dengan manusia dalam lingkungan bermasyarakat, manusia dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai pencipta alam semesta, dan manusia dengan lingkungan alam semesta.
Hubungan yang harmonis sebagai mana filosofis tri hita karana, antara manusia dengan lingkungan terlebih dengan alam semesta ini bagi umat hindu diterapkan pada upacara Tumpek Wariga yang merupakan salah satu dari sekian upacara yang ada di Bali. Upacara Tumpek Wariga ini berupaya untuk mengharmoniskan alam semesta beserta isinnya. Dalam Lontar Sundari Gama disebutkan sebagai berikut : “Wariga Saniscara Kliwon, ngaran panguduh pujawali Sanghyang Sangkara, apan sira amrtaken sarwaning tawuwuh, kayu-kayu kunang, widhi-widhanana, pras tulung, sesayut, tumpeng, bubur mwang tumpeng agung iwak nia guling bawi, itik wenang, saha raka, penyeneng, tetabuh, kalinggania anguduh ikang awoh mwang godong, dadya pamrtaning hurip ring manusa. Sesayut cakragni kalinggania anuduh kna adnyana sandhi.” Terjemahannya : Wuku wariga yakni pada hari Saniscara Kliwon, disebutlah hari panguduh. Suatu hari untuk memuja Sanghyang Sangkara, sebab Beliaulah yang menciptakan segala tumbuh-tumbuhan termasuk kayu-kayuan. Adapun upakaranya ialah peras tulung sesayut, tumpeng bubur dan tumpeng agung dengan daging babi, atau itik diguling. Baik pula disertai dengan rakaraka (jajan dan buah-buahan), penyeneng, tetebus dan sesayut cakragni. Adapun bebanten tersebut di atas ialah mendoakan semoga atas rahmat Hyang Widhi maka segala tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh subur, lebat buahnya bersusun-susun dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dalam ketentraman hati, serta kesejahteraan lahir dan bathin
Secara umum dalam setiap upacara hindu di Bali penggunaan sesayut cakragni adalah untuk memohon agar manusia diberikan jalan terang, sinar suci, untuk mewujudkan hidup yang bahagia dan sejahtera, Makna dari perayaaan itu agar alam memberi manusia untuk dapat memenuhi kecukupan hidupnya, makna kecukupan adalah menusia tidak perlu mengeksploarasi alam secara berlebihan, sehingga selalu ada keseimbangan antara yang dipergunakan dengan yang ditanam, dalam arti luas manusia memahami hak dan kewajibannya. Dalam wujud tindakan sehari-hari (Nitya Karma) pelaksanaan upacara Tumpek Wariga memberikan pendidikan pada seluruh umat Hindu akan pentingnya pelestarian, khususnya pelestarian tumbuh-tumbuhan. Pelaksanaan Tumpek Wariga pada hakekatnya bertujuan untuk melestarikan sumber daya hayati dan mineral dari alam semesta, misalnya hutan yang masih terpelihara dengan baik dapat menjaga kestrabilan debit air dan mencegah timbulnya tanah longsor, karena kondisi tanah yang disangga oleh akar-akar pohon yang kuat dan menjalar di tanah. Keadaan pepohonan yang lestari dan seimbang dengan keadaan luas tanah dapat pula mencegah kekeringan atau mencegah krisis air saat musim kemarau.
Dengan demikian pelaksanaan upacara Tumpek Wariga dikaitkan dengnan filosofis tri hita karana berfungsi memberikan pendidikan pada umat akan pentingnya pelestarian tumbuh-tumbuhan agar tetap terjaganya keseltarian alam. Umat diharapkan memperlakukan alam dengan bersahabat dan manusia tidak mengeksplorasi alam secara berlebihan. Sehingga alam akan sangat ramah pada manusia dan memberi segala kecukupan dalam pemenuhan kehidupan manusia, sebab hanya dengan demikian manusia secara berkesinambungan akan mewariskan tatanan alam semesta secara harmonis agar bisa hidup dengan nyaman dan sejahtera.*)
Dokumen Lampiran : PERAYAAN HARI RAYA TUMPEK WARIGA DI DESA TAMBLANG
Komentar atas PERAYAAN HARI RAYA TUMPEK WARIGA DI DESA TAMBLANG
Formulir Penulisan Komentar
Layanan Mandiri
Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.
Masukkan NIK dan PIN!
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Kemarin | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Jumlah Pengunjung | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
- BANK BPD BALI CAPEM TAMBLANG BERSINERGI DENGAN PEMERINTAHAN DESA TAMBLANG MELALUI PKK
- KOORDINASI DAN KONSOLIDASI PENANGANAN SAMPAH DI WILAYAH DESA TAMBLANG
- PENGUMUMAN LIBUR HARI RAYA NYEPI TAHUN SAKA 1947 DAN IDUL FITRI 1446 H DI PEMERINTAHAN DESA TAMBLANG
- HIMBAUAN PENANGGULANGAN SAMPAH PADA SAAT PELAKSANAAN UPACARA TAWUR KESANGA
- KEGIATAN DESA ADAT TAMBLANG MENJELANG NYEPI TAHUN SAKA 1947
- RAPAT KOORDINASI PERAYAAN HARI RAYA NYEPI TAHUN CAKA 1947
- Babi Guling Bang Jarwo